Memahami Islam Dan Pluralisme Indonesia



By: Khozinurrahman
Gambar - Source: mnurulikhsansaleh.blogspot.com

Dalam rentang perjalanan sejarah Islam di Indonesia, perdebatan tentang islam selalu mewarnai dalam berbagai kehidupan berbangsa dan bernegara. Perbedaan seperti inilah yang seakan-akan tidak akan pernah menemukan tiitik temu. Pada suatu sisi ada yang memandang Islam yang ajarannya wajib diterapkan secara literal oleh Indonesia. Sedangkan disisi lain ada yang menyatakan bahwa ajaran ke-islam-an harus berintegrasi dengan ke-Indonesia-an. Pemahaman tersebut seakan selalu memposisikan pada suatu tempat yang selalu berseberangan. Pada akhirnya perbedaan yang semacam itulah yang menuntut kita untuk lebih arif terhadap pemahaman ke-islam-an dan ke-indonesia-an itu sendiri.

Fakta sosiologis juga memberikan klarifikasi bahwa bangsa Indonesia adalah masyarakat yang heterogen, baik ras, suku, budaya, bahasa, dan agama. Heterogenitas tersebut adalah sesuatu yang bersifat alamiah (natural). Heterogenitas inilah yang harus dipertimbangkan umat Islam didalam berdakwah. Kesadaran tentang sifat heterogen masyarakat harus benar-benar ditumbuhkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Implikasinya adalah lahirnya kesadaran pluralistik dalam masyarakat, yang pada gilirannya akan melahirkan sikap toleran, saling menghargai antarsesama manusia, baik dalam persoalan beragama maupun bernegara.
Namun, ironisnya, kesadaran tersebut belum banyak ditampilkan oleh rakyat Indonesia. Tak ayal, kalau acap kali sering terjadi konflik antarumat, baik konflik antar suku atau antarumat beragama, misalnya, konflik di Poso, Maluku, Irian dan di Kalimantan. Peristiwa-peristiwa lain yang juga sama, ketika pembentukan negara israel tahun 1948 dan kekalahan negara Arab melawan Israel tahun 1948 dan 1956. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang begitu pahit bukan saja bagi orang-orang Arab, melainkan bagi kesuruh kaum muslim di dunia, sehingga bagi kaum muslim peristiwa yang seperti ini adalah merupakan refleksi dari imperialesme Barat.
Memang sangat ironis, rentetan konflik yang terjadi sangat memprihatinkan. Dan, sebagai umat yang mayoritas, penganut Islam Indonesia seharusnya mampu merangkul umat agama lain untuk kembali membangun keharmonisan antarumat, dalam rangka menyelamatkan eksistensi dan keutuhan negara Indonesia yang berasaskan Bhnineka Tunggal Ika" berbeda tetapi tetap satu".
Perbedaan adalah pertanda keragaman, dan keragaman seharusnya tidak menimbulkan malapetaka tapi justru melahirkan keindahan dan keharmonisan. Lalu mengapa yang terjadi malah sebaliknya? Mengapa orang terjebak pada kerangka berfikir perberdaan dan menafikan dialektika perbedaan? Bagaimana seharusnya kita menangani perbedaan tersebut agar tidak menjelma menjadi kekuatan yang destruktif sehingga menghancurkan kita sendiri?
Oleh karenanya buku yang berjudul Mengindonesiakan Islam: Representasi dan Ideologi yang ditulis oleh Dr. Mujiburrahman merupakan kumpulan tulisan yang mengulas tuntas tentang pluralisme yang terjadi di Negara indonesia. Pluralisme dalam makna sederhananya sebagai suatu pandang yang positif terhadap keragaman, disertai dengan usaha yang sungguh sungguh untuk mengelola keragaman itu secara damai dan berkeadilan.(hal.44)
Memang nampaknya masalah seputar Islam dan pluralisme di Indonesia sangat layak diteliti dan dianalisa lebih jauh. Sehingga hal tersebut dapat menemukan solusi yang dapat menhindari dari pertikaian. Dari analisa tersebut dapat dimasukkan dalam dua masalah: pertama, masalah Islam dalam kaitanya denga kebijakan-kebijakan keagamaan negara. Kedua, masalah Islam dengan wacana pergerakan. Kedua kelompok masalah ini memang saling terkait dan berinteraksi satu sama lain. Yang pertama terletak pada negara, sedangkan yang kedua berkembang dimasyarakat. Namun yang dua itu sama-sama lahir dari adanya desakan atau negosiasi antara negara dan masyarakat.
Di antara tokoh-tokoh yang menghendaki sekaligus yang mempolopori tentang hal itu, antara ke-islaman dan ke-indonesian ini adalah Nurcholis Madjid (Cak Nur) dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tokoh ini lebih kita kenal dengan sebutan gerakan yang moderat dan toleran (kooperatif). Dua cendekiawan muslim Indonesia yang latar belakang pendidikannya cukup berbeda, namun mampu mengintegrasikan Islam dengan kondisi masyarakat Indonesia. Dalam menafsirkan Islam, kedua tokoh ini dianggap memiliki kesamaan paradigma berpikir. Dan, oleh beberapa kalangan, mereka dianggap sebagai sosok muslim moderat yang tidak terlalu berkehendak untuk menjadikan Islam sebagai dasar atau ideologi tunggal negara Indonesia.
Cak nur telah mencoba dan mengembangkan konsep pluralisme dalam perspektif islam dengan cara memandang islam sebagai agama kepasrahan kepada tuhan. Sementara Gus Dur memandang dengan lima jaminan dasar, yaitu jaminan keselamatan jiwa, akal, harta, keturunan, dan agama yang merupakan tujuan syariat ialam dapat dijadiakan acuan sabagai titik temu antara islam dan agama-agama lain.(hal.74)
Terlepas dari hal tersebut, kelebihan buku ini terletak pada usahanya dalam menjawab segala macam-macam persoalan diatas dengan menggunakan bahasa yang cukup lugas sehingga mudah dipahami oleh para pembaca. Karena dengan memahaminya kita akan percaya kalau perbedaan tidak semestinya harus melahirkan pertikaan.
Selebihnya buku ini juga menuntut perlu adanya kesadaran bahwa perbedan tidak mesti harus berujung pada pertentangan. Kita harus mencari titik temu diantara perbedaan itu. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana agar di satu pihak identitas yang unik dari satu agama dapat dipertahankan dan dipihak lain ada titik temu yang bisa dijadikan landasan untuk bekerjasama satu sama lain. Dan jika kita melupakan hal ini, maka konflik antar identitas akan mudah terjadi. Dengan ungkapan lain, pertentangan bisa terjadi karena kita terlalu menekankan salah satu unsur pembentukan identitas baik itu etnis, agama, oraganisasi dan sebagainya.
Oleh karenanya kepercayaan yang kokoh memang harus dibangun dalam menghadapi berbagai tantangan kerena kepercayaan yang didapatkan tampa keraguan adalah kepercayaan yang rapuh. Karena itu keberanian berdialog dan mendengarkan suara-suara lain yang berbeda dengan apa yang kita pegangi adalah suatu keniscayaan.
. Makanya sekali lagi dibutuhkan sikap saling menghargai dan menghormati antar sesama dalam anggota masyarakat yang berbeda tapi tetap sama yaitu sebagai manusia ciptaan tuhan...

NB: terhadap buku karya Dr. Mujiburrahman, “Mengindonesiakan Islam: Representasi dan Ideologi”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008).
Memahami Islam Dan Pluralisme Indonesia Memahami Islam Dan Pluralisme Indonesia Reviewed by Unknown on 23:43 Rating: 5

No comments:

ads
Powered by Blogger.