Matinya Gerakan Koperasi
By : Khozinurrahman
Gambar-Source : industri.bisnis.com |
Pada 12 Juli 1947 gerakan
koperasi di Indonesia mengadakan Kongres di Tasikmalaya dan hasilnya menetapkan
hari itu sebagai Hari Koperasi Nasional. Sebelumnya, pertama kalinya koperasi
dibentuk dengan nama Jawatan Koperasi oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun
1930.
Akibat pendudukan Jepang di Tanah Air pada tahun 1942, Jawatan Koperasi berubah nama menjadi Syomin Kumiai Tyuo Djimusyo.
Akibat pendudukan Jepang di Tanah Air pada tahun 1942, Jawatan Koperasi berubah nama menjadi Syomin Kumiai Tyuo Djimusyo.
Perjalanan koperasi di Indonesia
memang berlika-liku. Terjadi banyak pergantian pemimpin, undang-undang, dan
pemegang tanggung jawab kebijakan. Sekarang, ketika kapitalisme semakin
merajalela dengan disepakatinya perdagangan bebas pada awal tahun ini, nasib
koperasi semakin tidak menentu. Koperasi seakan mati suri dengan sedikitnya
kebijakan yang menguntungkan rakyat kecil.
Banyak hal bisa dijadikan contoh
dengan berbagai program yang selama ini dijalankan oleh badan Kementerian
Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Sebagai contoh, pada bulan
Maret lalu, Kemetrian koperasi memberikan pembekalan kewirausahaan bagi 1.000
sarjana pemula di sejumlah PTN. Sementara pemuda pengangguran di desa-desa yang
tidak pernah mengenyam bangku pendidikan tidak terpikirkan. Padahal pemuda-pemuda
itu yang seharusnya mendapat perhatian lebih dan koperasi sebagai organisasi
masyarakat seharusnya memberikan fasilitas. Terdapat banyak potensi kreatifitas
pada mereka, namun kekurangan fasilitas untuk mengembangkannya.
Kita ingat pada peringatan
koperasi 1951, Bung Hatta pidato di radio tentang Membangun Koperasi dan
Koperasi Membangun. Hal yang menjadi ideal koperasi adalah terpancang dalam
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, bahwa perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bung Hatta, sebagai Bapak Koperasi,
mengartikan koperasi sebagai organisasi yang akan mampu membawa bangsa ini
hidup makmur, sejahtera, dan bebas dari kesengsaraan hidup. Dengan unsur
kekeluargaan yang diusung oleh koperasi, seharusnya tidak ada interpensi,
keterpihakan pada suatu golongan atau unsur kepentingan apapun di dalamnya.
Kita juga harus mencermati lebih
jauh dari pidato Bung Hatta guna memperbaiki nasib koperasi di masa depan. Bung
Hatta menyebutkan, selain faktor modal dan tenaga pemimpin yang mendasari
terbentuknya koperasi, yang diperhatikan juga pekerja yang mempunyai semangat
koperasi. Perlu digarisbawahi, tidak mesti orang berpendidikan mempunyai
semangat koperasi yang dimaksud Bung Hatta dan orang pedesaan pengangguran
tidak. Sudah menjadi rahasia umum, orang berpendidikan lebih kuat
kapitalismenya dari pada semangat gotong royong yang diusung kekeluargaan
koperasi. Dan kenyataan terbalik justru dimiliki oleh orang pedesaan yang tidak
pernah mengenyam pendidikan sama sekali.
Memahami Tujuan Koperasi
Telah disebutkan di atas, salah
satu faktor yang mendasari terbentuknya koperasi dengan adanya tenaga pemimpin,
dalam hal ini Komenkop yang memegang tampuk kekuasaan. Sebagai tenaga pemimpin,
Komenkop seharusnya mempunyai kesadaran tentang tujuan awal dan fungsi dari
koperasi yang sebenrnya. Seperti yang disebutkan oleh Bung Hatta, terdapat lima
tujuan koperasi yang menjadi pijakan. Sedangkan tujuan koperasi yang digagas
Komenkop priode 2005-2009 lebih general, dan seakan ada bagian yang terlupakan.
Pertama, meningkatkan
produktivitas, yang meliputi kebutuhan primer dan skunder rumah tangga.
Sehingga mempunyai daya saing, kemandirian koperasi dan UMKM di pasar dalam dan
luar negeri. Kedua, memperbaiki kualitas barang yang dihasilkan oleh rakyat.
Ada getah di Jambi, timah di Bangka, garam di Madura, dan banyak lagi
penghasilan rakyat yang perlu mendapatkan perhatian untuk menambah
kualiatasnya.
Ketiga, memperbaiki distribusi,
pembagian barang kepada rakyat. Sudah menjadi realita di pulau-pulau terpencil
sering mengalami kesulitan alat transportasi untuk distribusi barang. Maka
koperasi yang tujuannya adalah memenuhi atau melengkapi keperluan bersama
mempunyai peran penting disana. Yaitu, mempermudah distribusi dengan tetap
memberikan standar harga yang terjangkau masyarakat.
Keempat, memberikan kesadaran
pada masyarakat untuk ikut andil dalam program simpan-pinjam. Bagaimanapun,
mayoritas masyarakat kita masih belum mahir dalam mengelola keuangan. Maka di
situasi terjepit, kebanyakan memilih menjambangi reintenir untuk menutupi
kebutuhan. Dan bisa ditebak, apa yang akan terjadi bila hal itu yang menjadi
pilihan.
Kelima, memelihara lumbung
simpanan padi. Inilah tradisi lama yang dimiliki oleh rakyat Indonesia yang
perlu dilestarikan. Akan tetapi pada kenyataannya, di masa sekarang lumbung
padi hampir tidak ada. Pada masa panen, masyarakat berbondong-bondong menjual
hasil panennya untuk kebutuhan-kebutuhan sehari-hari yang biasanya disediakan
oleh koperasi. Dan baru terasa dampaknya ketika masa-masa paceklik, finansial
tidak ada dan beras di lumbung padi juga tidak ada.
Tantangan Koperasi
Tantangan yang ada di depan mata
koperasi di masa kini adalah perdagangan bebas dengan ASEAN-China Free Trade
Agreement (ACFTA) dan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) . Dimana, membanjirnya
produksi Cina, yang harganya relatif lebihmurah di pasaran dibandingkan dengan
produksi dalam negeri sendiri. Akankah barang-barang yang diproduksi koperasi
akan bersaing dengan dengan produksi luar Negeri? Hal itu tergantung dengan
Komenkop dan jajarannya untuk memberikan kesadaran dan pelayanannya pada
masyarakat.
Akan tetapi yang perlu ditekankan
kepada masyarakat luas, bahwa koperasi bukan seperti ideologi Karl Marx dan
Frederick Engels yang mempertentangkan antara kelas majikan (pemimpin) dan
kelas buruh (pekerja), tapi lebih mendorong kerja sama saling pengertian dalam
berbagi peran dan tanggung jawab. Di samping itu, juga menolak dominasi modal
ala David Ricardo dan Adam Smith demi keuntungan pribadi semata (penumpukan
modal) sebesar-besarnya, bukannya berbagi rasa sejahtera dan bahagia secara
bersama.
Dalam jiwa koperatif yang
diimpikan Bung Hatta adalah tumbuh dan berkembangnya individu-individu yang
”sadar” dan mengetahui tugas serta kewajibannya dalam sebuah lembaga, sehingga
tidak timbul konflik internal maupun prasangka negatif dalam keluarga tersebut,
melainkan nilai solidaritas dan nilai kebersamaan sangal kental mewarnai jiwa
koperatif ini. Tentu sikap kekeluargaan itu harus tetap diterapkan oleh
koperasi guna menjawab tantangan dunia kedepan.
Matinya Gerakan Koperasi
Reviewed by Unknown
on
03:38
Rating:
No comments: