Bersihkan Jogja dari Asap Rokok



By: Khozinurrahman

Ada sebuah potret suram yang terjadi di kota Yogyakarta. Jogja yang konon mempunyai sebutan dengan kota pendidikan atau yang istilah kerennya “kota pelajar”. Sehingga istilah itulah yang selalu meninabobokkan masyarakat jogja harus terbuai dalam lamunan-lamunannya. Dan apa yang terjadi pada kota Jogya sekarang? Masih relefankah “Kota Pelajar” menjadi simbol dari kota Yogyakarta? Pertanyaan inilah yang sebenarnya harus kita jawab bersama-sama sebagai masyarakat Yogyakarta. 
Dengan merujuk pada realita, dari sebanyak 29,1 pelajar yang ada di kota itu mayoritas perokok aktif. Sehingga dari jumlah yang didapat itu adalah 93 diantaranya pria dan 7 lainnya perempuan. 
Penelitian ini dilakukan oleh Pusat Studi Wanita (PSW) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, terhadap 400 responden, mereka masih berusia tujuh hingga 18 tahun. Mereka itu terdiri dari kalangan pelajar sekolah dasar (SD), sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) dan sekolah lanjutan tingkat (atas) SLTA, serta remaja putus sekolah maupun anak jalanan di Kota Yogyakarta.
Dalam penelitian yang dilakukan Kepala Pusat Studi Wanita Universitas Gadjah Mada, bahwa umur rata-rata remaja Yogyakarta mulai merokok adalah 12 tahun enam bulan. Artinya, mereka telah memulai merokok pada usia setara dengan pelajar SMP kelas satu. (Siti Hariti Sastriyani tahun 2008)
Dari hasil penetinian ini jika dilakukan analisis yang lebih lanjut, maka, ada beberapa faktor mengapa para pelajar bisa menjadi seperti ini. Dengan mengutip pendapatnya Sastriyani bahwa faktor yang paling dominan bagi pelajar menjadi perokok adalah lingkungan: lingkungan keluarga, pergaulan teman sebaya, lemahnya pangawasan di lingkungan sekolah, maupun tempat umum. 
Mengenai lingkungan sekolah, lingkungan dalam sekolah yang permisif bagi siswa untuk merokok, warung-warung yang ada di sekitar sekolah juga menjadi tempat ideal untuk merokok. Sehingga, setiap harinya mereka rela membelanjakan uangnya sebesar Rp7.000-9.000 hanya untuk membeli sebungkus rokok. Di samping itu, tempat-tempat hiburan juga menjadi tempat mangkal siswa untuk merokok. Ini sangat jelas, kalau lingkungan sangat membawa dampat yang serius terhadap perkembangan sosio-kultural para pelajar (siswa), khususnya di Yogyakarta.
Selanjutnya pernyataan ini dibenarkan oleh Sisparyadi selaku anggota tim peneliti Pusat Studi Wanita (PSW) UGM. Dia sekaligus menambahkan bahwa bukan hanya faktor lingkungan sekolah yang menjadikan para pelajar Jogja merokok. Tapi, guru juga menjadi dalang dari munculnya persoalan-persoalan yang seperti ini. Karena kalau kita mengambil dari pepatah jawa, guru dikatakan sebagai sosok yang digugu (diteladani) dan ditiru.
Kalau kita amati, antara guru dan siswa dalam kasus ini masih ada keterkaitan, seperti halnya dengan persoalan maraknya pelajar mengapa merokok, Karena persentase dari penyebab para pelajar merokok adalah awalnya mereka hanya meniru-niru. Yaitu, 64,4 mereka meniru-niru perilaku dari ayahnya, sedangkan 3,8 mengikuti ibu, dan 70,3 meniru perilaku orang yang ada di sekitarnya termasuk guru. Letak keterkaitannya, karena guru sebagai lahan obyek yang akan ditiru, sedangkan siswa adalah subyek yang berperan untuk meniru.
Berbicara lebih jauh mengenai guru, alangkah baiknya penulis mengutip pendapatnya tokok pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara, yakni: ing ngarso sung tuladha (di depan memberi contoh), ing madya mangun karso (di tengah memberi motivasi), dan tut wuri handayani (di belakang memberi semangat).
Sangat betul, kalau idealnya guru harus mampu memberi kebijakan bagi peserta didik. Peran guru sangat penting dalam mendidik siswanya. Tak aneh kemudian jika ada yang mengatakan, kalau tak ada guru , siswa menjadi apatis, arogan, dan sebagainya. 
Disinilah sangat tampak kenapa guru kami masukkan sebagai penyebab maraknya pelajar merokok. karena guru menjadi motor penggerak untuk mengubah sikap, poka pikir, dan moralitas mereka dalam menjalani kehidupannya sehari-hari.
Sungguh, persoalan ini sangat tragis. Mengingat para generasi muda (pelajar) yang sudah sangat rusak. Karenanya, perlu dilakukan upaya perbaikan, agar persoalan ini tidak semakin berlanjut-lanjut. Dan peristiwa ini tidak terulang kembali. Sehingga dalam Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Wanita (PSW) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Sastriyani mengemukakan ada beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk mencegah dan mengurangi bertambahnya remaja berperilaku perokok.
Pertama, perlu diterapkannya peraturan tidak merokok di dalam rumah dengan pengawasan yang ketat dan contoh dari orang tua. Kedua, melakukan pengawasan dan nasihat dari orang tua tentang model pergaulan yang dibangun antara anak dengan teman sebayanya. Ketiga, membatasi pergaulan dengan teman sebaya yang merokok, sebagai upaya untuk mengurangi resiko anak tersebut merokok. 
Sementara di lingkungan sekolah perlu juga dibuat aturan larangan merokok di lingkungan sekolah dengan sangsi yang tegas dan jelas. Sekaligus membuat aturan untuk para guru untuk tidak merokok di sekolah, sebagai langkah untuk mengurangi resiko siswa melanggar peraturan dan juga menghindari dari timbulnya mental pelajar dari meniru-niru. 
Selanjutnya, yang tak kalah pentingnya juga, adanya dealektika sekaligus kesadaran, bukan hanya ada pada guru atau orang Tua . Namun, kuncinya ada pada dirikita semua, untuk menyongsong dan memajukan Jogja sebagai kota yang bersih jauh dari polusi asap rokok. 
Bersihkan Jogja dari Asap Rokok Bersihkan Jogja dari Asap Rokok Reviewed by Unknown on 11:07 Rating: 5

No comments:

ads
Powered by Blogger.