Memperingati Harlah PMII ke-55, 17 April 2015
Mengembalikan Jati Diri Gerakan
By : Khozinurrahman
Pada tanggal 17 April 2015 kemarin, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) memasuki tahun yang ke-55 dari kelahirannya pada 1960 lalu di Surabaya.
Dari sejarahnya diketahui, kalau Gerakan Mahasiswa ini merupakan anak cucu Nahdlatul Ulama (NU), yang pada tahun ini telah melaksanakan Muktamar ke-33 di Jombang, dan juga anak kandung dari Departemen Pengurus Tinggi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Disinyalir, sepanjang perjalanan yang sudah menjauh tersebut, PMII tetap konsisten dalam mengawal pemerintahan, penguatan NKRI, dan integrasi bangsa Indonesia.
Akan tetapi, konsistensi yang dibangun oleh PMII masa kini sering kali hanya bersifat gerakan saja, dan lamban dalam merespon berbagai fenomena yang terjadi di lapangan. Hal ini terlihat dari beberapa kasus yang terjadi akhir-akhir ini. Suara PMII yang selalu menggema dalam menuntut hak-hak yang tertindas dan rasa keadilan yang terdlalimi, kini suara itu semakin menjauh dan terasa samar terdengar di telinga penguasa. Entah apa yang terjadi, nyaris tidak ada pengawalan ketat yang tampak saat ini, ketika berbagai problematika sedang dihadapi bangsa.
PMII seharusnya berada di garda paling depan saat ini, melihat dari kompleksitas persoalan yang tengah dihadapi bangsa. Berbagai persoalan tersebut ter-cover sistemik dan sangat membahayakan terhadap keberlangsungan Indonesia. Sebut saja, gerak liar mafia hukum, mafia peradilan, sampai yang paling menggegerkan beberapa tahun yang lalu mengenai korupsi Gayus Tambunan dalam tubuh Ditjen Pajak. Maka sangat dibutuhkan gerakan mahasiswa yang selalu dipersepsikan sebagai sosok mandiri tanpa pretensi, mempunyai daya intelektualitas, dan sarat dengan energisitas. Seperti keberhasialan gerakan yang dipimpin PMII pada gerakan reformasi 1998 lalu, dengan menuntut turunnya Soeharto, penghapusan KKN, dwi-fungsi ABRI (sekarang TNI), dan mengusut tuntas pelanggaran HAM. Kekuatan mahasiswa pada saat itu sangat terbukti dengan berhasilnya melengserkan kekuatan Soeharto, seorang presiden yang sekian banyak telah merugikan negara.
Untuk mengembalikan jati diri PMII, sebagai organisasi sosial basis pergerakan dan corong perlawanan, Zainuddin selaku Ketua Umum PC PMII Daerah Iatimewa Yogyakarta mempunyai langkah strategi khusus. Pertama, menguatkan Sumber Daya Manusia (SDM) terhadap kader. Karena kuantitas dan kualitas yang dimiliki PMII merupakan modal besar yang patut diberdayakan. Hal ini belum mendapatkan perhatian penuh dari pengurus PMII Jogja selama ini dengan keragaman potensi dan kemampuan yang dimiliki kader. Padahal, secara institusional, pengurus cabang bertanggung jawab untuk memasarkan potensi kader sesuai dengan bakatnya dan kecenderungan potensi yang dimiliki.
Kedua, moderasi manajemen. Telah menjadi rahasia umum, PMII mengalami kelemahan dalam wilayah manajemen. Moderasi manajemen harus ditingkatkan oleh pengurus cabang guna memimpin semua komisariat yang berada di Jogja ini. Menerapkan prinsip dasar manajemen modern, seperti planning (perencanaan yang matang), organizing (pengelolaan), actualing (realisasi program), controlling(kontrol intensif), dan yang terakhir evaluating (evaluasi). Maka, ketika semua prinsip ini dijalankan dengan baik, maka PMII masa depan akan lebih terarah kordinasinya dan stagnasi gerakan tidak akan terulang lagi.
Ketiga, penguatan jaringan. PMII yang sudah berjalan begitu jauh di Tanah Air ini ternyata masih miskin jaringan. Selama ini pengembangan jaringan, khususnya PMII Jogja, hanya berkutat pada ranah politik-kekuasaan saja. Amat jarang PMII membangun jaringan di luar jalur rel itu, misalkan jaringan yang bersinggungan dengan penguatan pengetahuan, jurnalistik, bisnis, musik dan sejenisnya. Sehingga praktis, aneka ragam modal yang dimiliki kader tidak tersalurkan, dan PMII hanya besar secara kuantitatif saja. Maka dalam jangka panjang, PC PMII Daerah Istimewa Yogyakarta seharusnya sudah melebarkan sayapnya untuk membangun jaringan yang kokoh.
Tiga strategi yang menjadi acuan utama Zainuddin di atas, bila dijalankan secara maksimal, akan membawa PMII ke jenjang yang dicita-citakan selama ini. PMII akan membentuk kader-kader yang peka terhadap lingkungan sekitar, cerdas dalam analisa konflik, mampu mengawal pemerintahan guna mengabdikan diri secara langsung kepada masyarakat untuk tegaknya hukum keadilan, HAM, kebenaran, kejujuran dan kemakmuran. Terlebih, kader PMII didorong untuk memperkuat daya nalar (student power of reason), yang dalam pandangan Daoed Yosoef termasuk dalam kategori pekerja otak (knowledge worker) dan nantinya akan menempati posisi strategis dalam jaringan teknostruktur.
Semoga PMII tetap jaya!
By : Khozinurrahman
Gambar-Source : |
Pada tanggal 17 April 2015 kemarin, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) memasuki tahun yang ke-55 dari kelahirannya pada 1960 lalu di Surabaya.
Dari sejarahnya diketahui, kalau Gerakan Mahasiswa ini merupakan anak cucu Nahdlatul Ulama (NU), yang pada tahun ini telah melaksanakan Muktamar ke-33 di Jombang, dan juga anak kandung dari Departemen Pengurus Tinggi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Disinyalir, sepanjang perjalanan yang sudah menjauh tersebut, PMII tetap konsisten dalam mengawal pemerintahan, penguatan NKRI, dan integrasi bangsa Indonesia.
Akan tetapi, konsistensi yang dibangun oleh PMII masa kini sering kali hanya bersifat gerakan saja, dan lamban dalam merespon berbagai fenomena yang terjadi di lapangan. Hal ini terlihat dari beberapa kasus yang terjadi akhir-akhir ini. Suara PMII yang selalu menggema dalam menuntut hak-hak yang tertindas dan rasa keadilan yang terdlalimi, kini suara itu semakin menjauh dan terasa samar terdengar di telinga penguasa. Entah apa yang terjadi, nyaris tidak ada pengawalan ketat yang tampak saat ini, ketika berbagai problematika sedang dihadapi bangsa.
PMII seharusnya berada di garda paling depan saat ini, melihat dari kompleksitas persoalan yang tengah dihadapi bangsa. Berbagai persoalan tersebut ter-cover sistemik dan sangat membahayakan terhadap keberlangsungan Indonesia. Sebut saja, gerak liar mafia hukum, mafia peradilan, sampai yang paling menggegerkan beberapa tahun yang lalu mengenai korupsi Gayus Tambunan dalam tubuh Ditjen Pajak. Maka sangat dibutuhkan gerakan mahasiswa yang selalu dipersepsikan sebagai sosok mandiri tanpa pretensi, mempunyai daya intelektualitas, dan sarat dengan energisitas. Seperti keberhasialan gerakan yang dipimpin PMII pada gerakan reformasi 1998 lalu, dengan menuntut turunnya Soeharto, penghapusan KKN, dwi-fungsi ABRI (sekarang TNI), dan mengusut tuntas pelanggaran HAM. Kekuatan mahasiswa pada saat itu sangat terbukti dengan berhasilnya melengserkan kekuatan Soeharto, seorang presiden yang sekian banyak telah merugikan negara.
Untuk mengembalikan jati diri PMII, sebagai organisasi sosial basis pergerakan dan corong perlawanan, Zainuddin selaku Ketua Umum PC PMII Daerah Iatimewa Yogyakarta mempunyai langkah strategi khusus. Pertama, menguatkan Sumber Daya Manusia (SDM) terhadap kader. Karena kuantitas dan kualitas yang dimiliki PMII merupakan modal besar yang patut diberdayakan. Hal ini belum mendapatkan perhatian penuh dari pengurus PMII Jogja selama ini dengan keragaman potensi dan kemampuan yang dimiliki kader. Padahal, secara institusional, pengurus cabang bertanggung jawab untuk memasarkan potensi kader sesuai dengan bakatnya dan kecenderungan potensi yang dimiliki.
Kedua, moderasi manajemen. Telah menjadi rahasia umum, PMII mengalami kelemahan dalam wilayah manajemen. Moderasi manajemen harus ditingkatkan oleh pengurus cabang guna memimpin semua komisariat yang berada di Jogja ini. Menerapkan prinsip dasar manajemen modern, seperti planning (perencanaan yang matang), organizing (pengelolaan), actualing (realisasi program), controlling(kontrol intensif), dan yang terakhir evaluating (evaluasi). Maka, ketika semua prinsip ini dijalankan dengan baik, maka PMII masa depan akan lebih terarah kordinasinya dan stagnasi gerakan tidak akan terulang lagi.
Ketiga, penguatan jaringan. PMII yang sudah berjalan begitu jauh di Tanah Air ini ternyata masih miskin jaringan. Selama ini pengembangan jaringan, khususnya PMII Jogja, hanya berkutat pada ranah politik-kekuasaan saja. Amat jarang PMII membangun jaringan di luar jalur rel itu, misalkan jaringan yang bersinggungan dengan penguatan pengetahuan, jurnalistik, bisnis, musik dan sejenisnya. Sehingga praktis, aneka ragam modal yang dimiliki kader tidak tersalurkan, dan PMII hanya besar secara kuantitatif saja. Maka dalam jangka panjang, PC PMII Daerah Istimewa Yogyakarta seharusnya sudah melebarkan sayapnya untuk membangun jaringan yang kokoh.
Tiga strategi yang menjadi acuan utama Zainuddin di atas, bila dijalankan secara maksimal, akan membawa PMII ke jenjang yang dicita-citakan selama ini. PMII akan membentuk kader-kader yang peka terhadap lingkungan sekitar, cerdas dalam analisa konflik, mampu mengawal pemerintahan guna mengabdikan diri secara langsung kepada masyarakat untuk tegaknya hukum keadilan, HAM, kebenaran, kejujuran dan kemakmuran. Terlebih, kader PMII didorong untuk memperkuat daya nalar (student power of reason), yang dalam pandangan Daoed Yosoef termasuk dalam kategori pekerja otak (knowledge worker) dan nantinya akan menempati posisi strategis dalam jaringan teknostruktur.
Semoga PMII tetap jaya!
Memperingati Harlah PMII ke-55, 17 April 2015
Reviewed by Unknown
on
11:51
Rating:
No comments: