EKONOMI SEBAGAI PONDASI BANGSA

By : Khozinurrahman
 
Gambar-source : bojonegorokab.go.id

Dalam era perubahan besar yang kita kenal dengan sebuta globalisasi atau keadaan pasar bebas, ekonomi Indonesia akan terhanyut, dan tidak akan mampu bertahan, jika kita sebagai bangsa tidak lagi mempunyai rasa percaya diri. Karena itu menurut pandangan ekonomi makro, kesejahteraan masyarakat pada era sekarang sudah mengalami penurunan yang disebabkan oleh pengaruh tingkat tingginya inflasi.
Inflasi menyebabkan daya beli masyarakat mengalami penurunan karena kenaikan harga-harga. Komponen inflasi yang paling besar adalah bahan pangan. Kenaikan bahan pangan sangat memukul bagi masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah. Inflasi yang tinggi juga memiliki keterkaitan langsung dengan tingkat kemiskinan. Karena sejumlah besar penduduk berada pada batas garis kemiskinan, maka peningkatan inflasi menyebabkan semakin banyak penduduk yang jatuh pada garis kemiskinan.
Sejarah telah mencatat bahwa, krisis yang terjadi pada tahun 1998, membuat inflasi mencapai sekitar 70% yang justru sangat memberatkan masyarakat banyak. Tingkat kemiskinan juga mengalami pelonjakan yang cukup tajam sekitar 28%. Dengan menurunya inflasi, tingkat kemiskinan juga mengalami penurunan. Sejak masa krisis baru pada tahun 2005 inflasi mencapai tingkat yang lebih tinggi 17,11% terutama dipicu oleh kenaikan harga-harga sebagai akibat kenaikan harga BBM. Perkembangan ini tentu saja sangat memberatkan kehidupan masyarakat. Apalagi tingkat pengangguran tergolong tinggi 10,8%, sampai dengan bulan Januari 2006 inflasi masih tinggi karena kenaikan harga beras dan bahan pangan lainnya.
Tingginya inflasi dan tingkat pengangguran menunjukan tingginya tingkat kesengsaraan yang sangat berimbas pada rakyat. Indeks Kesengsaraan Rakyat (Misery Index) yang diperkenalkan oleh Michael Okun. Seperti halnya dengan pendapatnya penasehat ekonomi (Presiden Kennedy), bahwa mengukur tingkat kesengsaraan dengan menambahkan tingkat inflasi kepada tingkat pengangguran, dengan kesengsaraan menjadi 27,81%, suatu tingkatan yang tinggi.
Dari analisa yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) bahwa tingkat inflasi pada akhir tahun akan menurun menjadi 8%. Analisa ini sejalan dengan perkiraan para pelaku ekonomi di sektor keuangan. Namun tidak demikian halnya untuk pelaku ekonomi di sector rill dan rumah tangga, khususnya yang berpendapatan rendah. Pelaku ekonomi di sector keuangan melihat inflasi ke depan (ekspektasi rasional), sedangkan pelaku ekonomi di sector riil dan rumah tangga melihat inflasi kebelakang (adaptif) melakukan penyesuaian dengan perubahan harga-harga.
Bagi sektor rill dan rumah tangga, berbeda dengan sektor keuangan, kenaikan harga pangan dan energi merupakan komponen besar dalam pengeluaran mereka. Bagi rumah tangga deng inflasi akhir tahun sebesar 8% sekalipun, ditambah dengan tingkat pengangguran kemungkinannya sekitar 11%, maka tingkat kesengsaraan mereka masih tinggi yaitu 17%. Apalagi jika upaya pengendalian inflasi ini tidak mencapai sasaran.
Jika inflasi dapat menurun menjadi single (satu) digit sekalipun, kondisi masyarakat berpendapatan rendah sangat berat karena daya beli mereka yang mengalami penurunan, dan bagi yang menganggur sangat sulit mendapatkan pekerjaan. Bagi masyarakat berpendapatan tinggi keadaanya kemungkinan lebih baik, karena dengan asset financial mereka memperoleh keuntungan dari meningkatnya suku bunga deposito dan perkembangan pasar modal, serta kegiatan di sektor keuangan lainnya. Karena itu kesenjangan antara kaya dan miskin semakin mengkhawatirkan.
Kecenderungan pertumbuhan ekonomi juga mengalami pelemahan. Pada Triwulan I/2005 pertumbuhan ekonomi tergolong tinggi 6,1%, kemudian per triwulan berikutnya mengalami penurunan berturut-turut menjadi 5,9% kemudian 5,3% dan kemungkinan dalam triwulan IV/2005 pertumbuhan di bawah 5%. Menurunnya pertumbuhan ini memperburuk tingkat pengangguran. Kecenderungannya pengangguran terus meningkat ke 11%, apalagi dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi hanya sekitar 5% pada tahun 2006 kemaren.
Menghadapi situasi seperti ini, pemerintah memang telah membuat kebijakan untuk mengatasinya. Untuk mengendalikan inflasi, pemerintah antara lain melakukan impor beras. Namun kebijakan ini mendapatkan tantangan tidak saja dari petani dan pemerintah daerah, tapi juga dari Menteri Pertanian sendiri dan partai politik, terutama PKS dan PDIP. Berlanjutnya kontroversi impor beras ini tentu saja mempersulit upaya pemerintah untuk mengendalikan inflasi.
Pemerintah juga telah melakukan cash transfer (bantuan uang) kepada golongan miskin dengan dana sebesar Rp. 100 ribu per bulan. Pada awalnya program ini banyak mengalami kritikan dan salah sasaran, namun dengan beberapa perbaikan efektifitas program, maka program tersebut dapat ditingkatkan. Tetapi jangkauannya sangat terbatas dan begitu pula efektifitasnya untuk membantu golongan miskin tidak 100% optimal.
Memang ada banyak program dan proyek yang akan dilakukan oleh pemerintah seperti halnya infrastruktur pedesaan, dan proyek ini telah dianggarkan, namun pencairan dananya mengalami keterlambatan karena prosedur pencairan yang semakin rumit dan keengganan birokrat di pusat dan daerah untuk melaksanakan proyek karena gencarnya investigasi terhadap tindak korupsi.
Apakah program dan proyek pemerintah akan lebih efektif setelah selesainya pemilihan prisiden (Pilpres) pada 2009 nanti. Program dan proyek yang seperti ini menjadi tantangan besar untuk bagaimana mendorong pemulihan dan perkembangan ekonomi yang dapat berlangsung memperbaiki kesejahteraan rakyat. Mengembalikan stabilitas makro saja tidak memadai dalam lingkungan politik yang demokratis ini.
Harapannya terhadap siapa saja yang nantinya akan menjadi presiden, maka perbaikan kesejahteraan dan stabilitas ekonomi akan membaik. Sehingga kemiskinan dan pengangguran akan menurun dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Apalagi jika program dan proyek pemerintahan yang bersifat langsung memperbaiki kesejahteraan masyarakat tidak berjalan dengan efektif. Maka kekecewaan masyarakat akan semakin meluas, dan kemungkinan yang terjadi adalah terciptanya kerusuhan sosial.
Karena itu tidak ada jalan lain kecuali memperbaiki mekanisme pencairan anggaran di pusat dan daerah dan mengefektifkan proyek-proyek pembangunan yang dapat menciptakan kesempatan kerja terutama bagi golongan bawah. Kebijaksanaan yang memfasilitasi peningkatan investasi riil, perpajakan, kepastian kontrak dan ketenagakerjaan harus secara berarti mengalami perbaikan untuk tidak saja mencegah penurunan kembali pertumbuhan investasi tetapi bahkan untuk meningkatkannya.
EKONOMI SEBAGAI PONDASI BANGSA EKONOMI SEBAGAI PONDASI BANGSA Reviewed by Unknown on 09:24 Rating: 5

No comments:

ads
Powered by Blogger.