Rantau ini Untukmu “Fitri”
By: Khozinurrahman
Gambar Source: twitter.com/khozinurrahman |
' Bila suka berganti duka, hilanglah
bahagia,
maka datanglah sengsara...semua ini
karenamu’
“Fitri”
Inilah kisahku dalam menempuh
perjalanan hidup yang tak berujung itu.
Suka dan duka adalah menjadi hiasanku,
walaupun toh pada akhirnya harus berujung pada kesengsaraan. Suatu perjalanan
yang sepi tapi menyenangkan. Itulah yang selalu menjadi gambaran hidupku setiap
hari. Aku Cuma ingin meratapi hidup bukan malah menyesali. Apalagi harus
menyalahi tentang hukum yang sudah digariskan tuhan. Mungkin inilah yang
dimaksud hidup untuk mencari perjalan hidup yang tak abadi.
Kisah tentang pemuda yang terluka
sekaligus kisah yang mengecewakan dan dikecewakan oleh sejarah cinta.
Angin malam membuat Aku sacara
perlahan-lahan menenggelamkan Aku pada kenangan.Kenangan yang tidak seharusnya
Aku ingat kembali karena bagiku sejarah ini tidak beleh ada yang tau. Sejarah
tidah harus berulang. Yang lalu biarlah berlau tapi sekarang yang paling
penting adalah menjadikan sejarah sebagai bahan refleksi sekaligus menjadi
renungan agar Aku tidak selamanya jatuh pada keterpurukan sejarah yang sama.
Masih terbayang jelas sejarah
itu........
Hidup sebagai anak petani memang
sangat susah dan serba bergelut dalam kekurangan. Namun, Aku tidak pernah
dibesarkan untuk mencari rasa simpati orang lain. Mungkin inilah hasil didikan
ayahku. Ayahku seorang yang gigih, ibukupun juga sama. Sifat Inilah yang masih
mengakar dan mengalir keras dalam diriku ketika mencari tujuan hidup.
Walaupun Aku hidup dalam keluarga yang
hanya serba pas-pasan, namun itu semua tidak menghalangi cita-citaku
untuk semakin mekar. Ibarat bunga yang mekar ditaman, sentiasa mengembang dan
mempesonakan. Begitulah impian diriku yang telah sekian lamanya tertanam dalam
memori ingatanku. Namun, itulah janji serta harapan orang tua yang telah dia
berikan padaku....
***
Semua ini karena kamu....Fitri.
Karena Fitri aku jadi begini. Tapi
sekarang kamu bukan siapa-siapa lagi. Ya...Firti lah, sekarang sudah tiada. Apa
yang kita pertahankan sekaligus menjadi janji kita selama ini, tentang
sayang, kesetiaan, harga diri semuanya hilang bak debu-debu yang
bertaburan...Semuanya karena satu, hubungan yang kita jalin tidak pernah ada
yang tau dan hilangnyapun tampa kita rencanakan. Tidak ada yang harus
disalahkan, aku atau kamu, karena perasaan itu hadir dengan seiringnya waktu
dan hilangnyapun juga sama.
Benar kata seorang sahabatku, jika
kita tidak menginginkan sekalipun akan sesuatu, kalau Tuhan sudah menentukan
begitu, maka begitulah. Jika sudah jadi, maka jadilah. Dan pastinya perhubungan
itu membawa kita pada satu daerah yang sangat asing, memang daerah itu tidak
terlu akrab buat diriku. “Yogyakarta” yang katanya terkenal dengan sebutan kota
pelajar. Tapi kota itulah yang telah mengubah perpepsi, mental dan personaliti
kita masing-masing... memang daerah itu sangat indah jika dilalui dengah
keikhlasan dan kejujuran, namun sangat membahayakan dan menghancurkan jika
dialuri dengan kebuasan dan nafsu syaitan.
Itulah daerah yang dinamai sebagai
daerah percintaan...menyeronokkan bagi yang bahagia, dan mengsengsarakan
bagi orang yang tidak bisa menggapainya...
Dia adalah cewek asal Madura umur
19-an. Anak kaya yang sudah mengerti apa-apa. Kemajuan, kecanggihan teknologi
maupun fesyen terkini bukanlah perkara biasa buat dirinya. Namun setelah
penghijrahannya ke Ibu kota kamu malah lebih arogan, bahkan lebih egois
sehingga membuat kamu lupa tentang semuanya, termasuk dengan janjinya, ketika
kita masih satu kampung dulu.
Pengembaraan Aku kenegeri kota, bukan
Cuma karena cita-cita, tapi ingin mengejar bidadari hatiku yang telah lama
menyepi. Bidadari itulah yang telah mengenalkan aku pada cinta suci dan
kemudian meninggalkan aku dalam dunia luka. Luka hatiku yang sudah tidak dapat
diobati lagi. Jujur semua itu bagiku perlu, dan mesti aku akan
mencari....kemanapun.
Lalu, mula pertama kamu itu
berhijrah pada suatu penghidupan yang benar-benar mengajarnya pada kehidupan
dunia modern yang seawalnya kamu terasa begitu ralat dan canggung tapi
lama-kelamaan kamu malah terlena dalam dunia yang telah kamu geluti.
Aku akan ingin terus mencari, tiada
kenal putus asa. Kerana aku tahu, Fitri pergi bukan karena tidak cinta,
atau bukan karena tidak lagi sudi lagi padaku, melainkan hanya ingin
pengembaraannya tidak ada yang menghalanginya.
Kamu akan kembali, bersamaku nanti...
Aku yakin dan percaya. Karena itu, aku
rela mempertaruhkan nasibku...Itulah Aku...
Mula-mula aku sudah lupa akan
cita-cita yang dulu aku pahat, aku mula juga lupa pada mata kedua-dua orang tua
yang sudah mengalirkan seribu kepercayaaan dan mula lupa pada tangan-tangan yang
pernah merangkulku. Aku tetap bersikukuh pada naluri untuk tetap pergi, ingin
mencari bidadari hati. Tapi kenapa Ibu tetap rela walaupun dalam keadaan
terpaksa..? jawabannya Cuma satu, kerana dia lebih mendahulukan rasa sayang
pada anaknya. Begitu juga ayah. Ayah tetap merelai dalam sebuah pesan “Nak..hati-hati
dijalan, do’aku akan selalu menyertai dalam perjalananmu”. Nasihat inilah yang
Cuma dilontarkan ibu dan ayah. Aku Cuma angguk, dan menandakan kalau aku faham.
Tapi Aku lupa, perginya aku itu bukan
sembarang pergi. Aku sebenarnya telah menggali lubang yang maha dalam buat
diriku. Tapi kenapa aku sendiri tidak pernah memikirkan tentang nasib diriku
nanti, namun karena dalam hatiku Cuma ada satu nama dan satu tujuan,
untuk mengejar dambaan hati demi mengejar sosok bidadari yang bernama
“Fitri”.
perkataan dia yang paling aku ingat “Kak...cinta
itu butuh pengorbanan, aku akan setia dengan janji kita, sampaikapanpun, karena
dihatiku Cuma ada satu nama yaitu kamu”. Makanya Aku berani nekat walaupun harus
menpertaruhksan nasib demi memegang janji kita bersama, karena bagiku kamu
tidak akan pernah berpaling kepada siapa-siapa. Tuhan mencipakan bidadari
seperti kamu yaitu hanya untukku seorang.
* * *
Dengan berbekal cita-cita dan
keberanian,akhirnya pada bulan Juli 2008 aku udah tiba di kota Yogyakarta. Aku
masih ingat pesan Fitri “jika kamu sudah sampai telfon aku”, itulah
permintaan singkat sebelum aku berangkat. Kota itu terasa begitu asing buat
Aku, bising sekaligus menyesakkan. Aku mula teringat akan kampung halaman, yang
terasa begitu nyaman dan menenangkan. Ingatan aku tenggelam dalam kesyahduan,
deruan ombak pantai di Pulau Madura. Ranting-ranting Nyiur sedang
melambai-lambai lembut, seolah-olah menggamit kepulanganaku. Rindu tiba-tiba
datang bertamu...
Tetapi, itu dahulu. Saat masih
mula-mula Aku baru berdiam di sini. Namun, kini tidak lagi. Kampungku sudah
tiada makna pada hatiku, ibu dan ayah-pun juga sudah mulai luput dari ingatan.
Aku datang mencari sosok bidadariku, namun Aku yang sebenarnya sudah kehilangan
dirinya. Aku telah tewas dengan godaan gemerlah kehidupan dunia kota.
Tidak sama sekali terbesit dalam diri
aku, apabila sekali lagi cinta itu bertamu dihati. Dan cintaku bukanlah cinta
seperti dulu. Cinta Aku kini sudah berganti aneka. Tiada lagi cinta suci, tiada
lagi cinta sejati, yang ada cinta nafsi-nafsi yang menjatuhkan dalam
kesengsaraan dan kebinasaan. Aku tewas. bidadari hatiku yang dulu telah aku
lupakan. Begitu juga dengan cita-cita yang dikobar-kobarkan selama ini.
Dulu, Aku pernah berjanji akan mencari
dan akan mengejarnya sempai kemanapun, karena Aku dan Fitri mempunyai cita-cita
yang sama, punya pandangan yang sama tentang kehidupan, dan juga Aku tahu
bersama Fitri-lah rencana itu dapat diteruskan.
Tapi, hanya karena pertemuan sebentar
dengan Aldi di sebuh acara diskusi antar kampus dia sudah bisa melupakan aku.
Mungkinkah dengan segampang itu dia melupakan aku..? inilah pertanyaan yang
selalu menghalau akau untuk mencari jawaban itu.
Aku mula-mula kelam dalam
ketandusan hati. Aku tidak terima dengan kenyataan ini. Kenyataan yang berat
untuk diteriama. Sehingga kenyataan inilah yang membuat Aku harus terjebak
dalam cinta terlarang. Aku tidak lagi mengerti akan hakikat kehidupan yang dulu
dicari. Pesan ayah dan ibu tiada lagi berbekas di hati. Semuanya seperti tidak
pernah terjadi dalam dunia.
Aku pernah merasa berdosa. Tetapi
perasaan itu sering hilang begitu saja. Aku sudah seronok dengan kehidupanku,
seronok dengan kehidupan yang baru ditemui ini. Aku suka dengan kehidupan yang
tiada kungkungan adat resam, tidak ada pantangan dan larangan, sehingga Aku
bebas sebebasnya berbuat apa saja.
Aku begini karenamu Fitri..?
Kamu egois..!
Dasar..cewek munafik..!
Sekarang Aku juga tidak lagi sesuci
Aku yang dulu. Aku sudah kehilangan harga diri dan keperjakaanku. Harga diri
yang dipertahankan ketika bercinta dengan mu sekarang sudah termakan oleh
banyak cewek. Namun, hati aku masih tersimpan dendam yang amat dalam padamu. Aku
marah, Aku benci dengan dirimu, tapi apalah daya. Tidak ada seorangpun yang
mengerti dengan keberadan diriku saat ini.
Aku sekarang sudah tidak memiliki
siapa-siapa. Fitri yang aku puja-puja sekarang sudah menghilang dirimbunan
banyak lelaki.
Aku juga sudah tenggelam dalam
keseronokan dunia yang serba sementara ini. Tidak ada lagi cinta suci buat aku.
Semua cewek itu sama...! yaitu hanya mencari kesenangan semata.
***
Mungkin tuhan ingin menguji...Aku,
cowok Madura yang sudah hampir menginjak usia 20-an, memiliki raut wajah yang
mempesona, senyuman yang begitu menawan dan penampilan begitu
mengasyikkan.
Kekuatan cinta yang dulu begitu sejati
dalam diri, ternyata hilang tiada berpesan. Sepancar kilat kesesalan datang
dari dalam diriku. Aku benar-benar ingin kembali, namun pertanyaannya
masih bergunakah ....
Aku menangis esak, beratapi hidup yang
sudah aku lalui...namun Aku beranggapan bahwa hakikat hidup yang pergi takkan
pernah kembali lagi.
Ayah dan ibuku pergi tanpa melihat
anak kesayangannya berbahagia dengan bidadari pujaan hatinya, bidadari yang
dikejar dan dinanti selama ini. Udah lama Ayah dan Ibu tidak mengetahui kabar
tentang Anaknya yang mengejar bidadari. Tetapi yang palig penting apakah kedua
orang tuaku melihat Aku mengotakan janjinya...janji yang sering meniti dibibir
semenjak di kampung dulu...dan tahukah kalau anaknya itu kini sudah tidak setia
lagi pada janjinya...
Aku tersentak, tiba-tiba Dedaunan yang
berguguran menyapu lembut wajahku. Aku mendongak... Sepantas kilat ingatan itu
memutar kembali kenangan, tatkala melihat ranting yang jatuh di hujung dahan.
Di sinilah episod cintaku benar-benar berakhir, berakhir dengan esak tangis.
Karena Aku benar-benar akan kehilangan Fitri...
Karena Aku benar-benar akan kehilangan Fitri...
* * *
Aku ingin pulang. Sebetulnya, aku sudah
lama ingin kembali ke kampung halaman, namun langkahku sering terhenti. Terasa
seolah-olah ada sesuatu yang menghalangi. Terasa masih ada lagi yang ingin Aku
buktikan. Namun, karena rindunya pada Fitri, gadis yang pernah diikat dengan
kasih sayang dahulu, akhirnya Aku melangkah pulang. Kampung lenteng nama tempat
Aku berdiam. Bagi Aku walaupun sudah lama tidak melihat tapi ternyata tiada
banyak yang berubah. Dan Aku berharap banyak kalau Fitri juga akan pulan hari
ini juga.
Namun, sungguh sangat kecewanya Aku .
Ketika Mendengarkan cerita dari temanku Ari namanya. Ternyata Fitri yang kupuja
tidak berpegang teguh pada janjinya. Bertambah kangetnya aku ketika mendengar
kalau dia sudah lupa pada ayah bunda tercintanya. Aku gak habis fikir, mana
mungkin Fitri begitu... Lagipula dia gadis desa, yang dulu merupakan sosok
wanita yang taat beragama sekaligus kuat berpegang budaya dan adat istiadatnya.
Tidak seharusnya dia berkelakuan seperti itu.
Marahku semakin bertambah, tatkala
mendengar cerita bahawa Fitri sudah jauh berubah mulai dia hijrah ke kota.
Sungguh hatiku sangat terpukul, yang paling disesali mengapa Fitri sampai
mendurhakai ibu ayahnya yang dahulunya senantiasa diutamakan. Aku sangat menyesal
kerena kemaren harus mengejar cintaku ke negri ibu kota toh pada akhirnya harus
berakhir dengan penyesalan.
Aku sudah hampir lupa kalau cewek itu
yang kemaren sudah berani mencuri hatiku.
Dulu, Aku dan Fitri pernah sama-sama
berjanji...akan bersatu apabila sudah tiba waktunya, kita sama-sama
berjanji...tiada pernah ada cinta lain diantara kita berdua. Dan yang paling
penting, Aku pernah berjanji untuk menjaga dirinya.
Dulu kita memang berjanji, namun
dialah yang justru telah memungkiri janjinya itu.
Masih terasa sampai detik ini kalau
aku masih ingin membisikkan kalimat “ Fitri..sayang, aku masih mencintaimu”
walaupun itu semua sudah tidak mungkin lagi. Karena Dunia sudah berbalik
arah...
Rantau ini Untukmu “Fitri”
Reviewed by Unknown
on
00:00
Rating:
No comments: