Materialisasi Pendidikan Indonesia
By: Khozinurrahman
Sumber Gambar-Source: navelmangelep.wordpress.com |
Pendidikan yang kita jalankan saat
ini merupakan hasil dari kebijaksanaan politik pemerintah Indonesia. Mulai dari
pemerintahan Orde Lama, Orde Baru, hingga Orde Reformasi.
Pendidikan Indonesia masih mementingkan pendidikan yang bersifat dan berideologi materilisme-kapitalisme. Ideologi pendidikan yang demikian ini memang secara teoritis tidak nampak, akan tetapi secara praktis merupakan realitas yang tidak dapat terbantah lagi. Materialisasi atau proses menjadikan semua bernilai materi telah merunyak di segala sendi sistem pendidikan Indonesia. Sendi-sendi yang dimasuki bukan hanya dalam materi pelajaran, pendidik, peserta didik, manajemen, lingkungan, akan tetapi juga tujuan pendidikan itu sendiri. Jika tujuan pendidikan telah mengarah ke hal-hal yang bersifat materi, maka apa yang diharapkan dari proses pendidikan tersebut.
Pendidikan Indonesia masih mementingkan pendidikan yang bersifat dan berideologi materilisme-kapitalisme. Ideologi pendidikan yang demikian ini memang secara teoritis tidak nampak, akan tetapi secara praktis merupakan realitas yang tidak dapat terbantah lagi. Materialisasi atau proses menjadikan semua bernilai materi telah merunyak di segala sendi sistem pendidikan Indonesia. Sendi-sendi yang dimasuki bukan hanya dalam materi pelajaran, pendidik, peserta didik, manajemen, lingkungan, akan tetapi juga tujuan pendidikan itu sendiri. Jika tujuan pendidikan telah mengarah ke hal-hal yang bersifat materi, maka apa yang diharapkan dari proses pendidikan tersebut.
Dalam masalah kurikulum pendidikan
misalnya diarahkan kepada kurikulum yang memberikan bekal kepada peserta didik
untuk mampu mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan pendapatan yang besar.
Kurikulum tersebut dibuat sedemikian rupa dan untuk mengikutinya harus
mengeluarkan uang sangat sangat besar. Jika dalam proses memperolehnya harus
mengeluarkan dana yang besar, maka dapat dibayangkan setelah memperoleh
pengetahuan tersebut. Peserta didik yang telah selesai akan menggunakan
pengetahuannya untuk mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan sewaktu masih
duduk dalam bangku pendidikan dengan tujuan untuk mendapatkan untung
sebesar-besarnya.
Teori modern mengatakan bahwa
pendidikan adalah investasi di masa depan. Investasi dalam dunia ekonomi
dipahami sebagai modal yang akan dipetik keuntungannya di waktu yang akan
datang. Sedangkan prinsip ekonomi yaitu dengan modal yang sedikit dapat
mendatangkan keuntungan besar. Dari sini dapat dipahami bahwa kurikulum
pendidikan telah dijadikan atau telah diselewengkan hanya untuk mendapatkan
pekerjaan. Sedangkan untuk menjadikan manusia yang utuh bukan hanya
dimarjinalkan, akan tetapi memang dimatikan karena prinsip ekonomi tidak
mengenal nilai-nilai spiritual, moralitas dan kebersamaan.
Dalam aspek pendidik misalnya
banyak sekali praktek dan perilaku penididik yang menjual nilai untuk mendapatkan
uang. Bahkan ada sebagian pendidik yang menjadikan kewenangannya hanya
mendapatkan pendapatan dari peserta didiknya sendiri. Praktik dan modus operasi
yang demikian ini bukan hanya menjadi realitas, akan tetapi sudah menjadi
penyakit kronis dalam dunia pendidikan. Praktik yang demikian akan menjadi
hilang ketika nilai-nilai moralitas benar-benar terpancar dalam sistem
pendidikan. Nilai-nilai moralitas yang diberikan kepada peserta didik selama
ini hanyalah teori-teori yang tidak pernah dibuktikan dalam praktik kehidupan.
Memang sangat tragis sekali karena
peserta didik hanyalah menjadi korban dari sistem dan proses pendidikan yang
ada. Jika sistem pendidikan nasional telah mengalami reduksi makna dari
pendidikan menjadi sekedar penyampaian pengetahuan (transfer of knowledges),
maka pada saat itulah peserta didik telah diberi pelajaran yang sangat luar
biasa pengaruhnya dalam kehidupannya kelak.
Peserta didik yang sudah
berpengalaman, misalnya mahasiswa S1 atau S2 dan bahkan S3 yang telah memahami
praktik-praktik demikian ini dan tidak mau memperhatikan nilai-nilai moralitas
akan melakukan praktik-praktik asal bisa lulus dan selesai. Bahkan ada yang
lebih tragis lagi yaitu asal dapat gelar, sehingga muncul pasar gelar di
Indonesia. Fenomena ini menunjukkan betapa rendah mental dan moralitas
para peserta didik dalam dunia pendidikan yang ideologinya telah mengarah
kepada ideologi materiliasme-kapitalis.
Materialisasi aspek manajemen
pendidikan dapat dilihat pada praktik munculnya kebanggaan semua pihak baik
pengelola, pendidik, peserta didik, dan wali akan megahnya gedung dan kampus
dimana mereka berada dan ikut andil di dalamnya. Kemagahan gedung kampus dan
sekolah menjadi tolok ukur majunya sebuah lembaga pendidikan. Jika orientasi
kemegahan gedung kampus dan sekolah menjadi ukuran kemajuan sebuah pendidikan,
maka dapat dibayangkan orientasi pendidikannya. Orientasi manajemen
pendidikannya adalah pada kemegahan gedung secara fisik, sementara kemegahan
spsirtual dan moral; itu termarjinalkan atau bahkan sama sekali ditiadakan.
Semua pihak yang ada di dalamnya akan merasa bangga dan menganggap orang lain
yang tidak berada di situ sebagai masyarakat pendidikan kelas rendah. Manajemen
pendidikan yang hanya mengarah pada kemegahan gedung kampus pada gilirannya
akan ditundukkan atau dikalahkan oleh insitusi pendidikan lainnya yang memiliki
modal yang luar biasa besarnya. Jadi pada dasarnya lembaga pendidikan atau
dengan kata lain manajemen pendidikannya dimaksudkan untuk berkompetisi. Dan
kompetisi inilah yang menjadi darah dan energi bagi penyelenggaraan
pendidikannya. Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan hanya diukur dengan
megahnya gedung, mahalnya SPP, banyaknya peminat, dan alumninya banyak yang
menduduki jabatan tinggi. Inilah manajemen pendidikan di Indonesia saat ini.
Masyarakat Indonesia sejak memasuki
era modernisasi telah mengalami pergeseran yang luar biasa. Pergeseran tersebut
mencakup pergeseran orientasi kehidupan, pergeseran budaya, pergeseran gaya
hidup, pergeseran pandangan hidup, pergeseran pertilaku politik, pergeseran
perilaku ekonomi, dan pergeseran terhadap ajaran agama. Pergeseran-pergeseran
tersebut pada ujungnya adalah disebabkan oleh adanya modernisasi yang terus
"dibombardirkan" kepada masyarakat, baik melalui jalur pendidikan,
jalur media massa, dan jalur birokrasi.
Modernisasi pada intinya adalah
upaya rasionalisasi seluruh aspek kehidupan masyarakat, dari yang pada mulanya
kental akan nuansa religius, nuansa sakralitas, dan nuansa spiritual bahkan
nuansa transendental menjadi tidak bernuansa sama sekali kecuali nuansa
rasionalitas, nuansa obyektivitas, dan nuansa realitas-empiris. Semu ini pada
dasarnya adalah materialisasi lingkungan pendidikan di Indonesia.
Tujuan pendidikan yang
dimaterialisasikan adalah upaya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional
dengan asumsi dapat diukur secara kuantitatif dan dapat dilihat hasilnya secara
nyata. Dengan begitu Sangat jarang atau bahkan tidak ada berapa alumnsi yang
telah menjadi manusia bermoral, berapa alumni yang telah memberikan kesadaran
masyarakat akan arti pentingnya persaudaraan, berapa alumni yang telah mampu
memberikan pelayanan gratis kepada masyarakat tanpa mengharapkan upah sedikit
apapun.
Sehingga dapat dihitung seberapa
banyak alumni yang telah benar-benar melaksanakan tujuan pendidikannya yaitu
menjadi manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya di sini berarti secara jasmani dan
ruhani, secara material dan spiritual, dan secara fisik dan mental, serta
secara intelektual dan moral telah terjadi keseimbangan yang nyata. Jarang
sekali atau bahkan tidak ada sensus keberhasilan pendidikan yang mengukur
kesuskesannya dengan ranah yang demikian ini.
Materialisasi Pendidikan Indonesia
Reviewed by Unknown
on
23:52
Rating:
No comments: