Kampaye Politik Dijajakan Seperti Produk Sabun


By : Khozinurrahman
 
Gambar-Source :
sibukmainbuku.blogspot.com

Fenomena munculnya partai-partai politik pasca Orde Baru, yang sering kita sebut dengan “era multi partai”, merupakan akibat langsung dari euforia elite politiknya yang dimasa orde baru terbatasi ruang ekspansi politiknya. Jika pada masa Orde Baru partai harus mencantumkan Pancasila sebagai ideologi dan asas partai, atau yang kita sebutkan dengan “Pancasila sebagai asas tunggal” kini, partai-partai politik bebas menggunakan ideologi politiknya baik ideologi kebangsaan, keagamaan maupun kerakyatan.
Sehingga pada tahun 2009 sekarang telah tercatat ada 43 parpol dan ditambah 5 parpol lokal Aceh. Ada sebuah fenomena menarik yang patut dicatat. Fenomena itu terkait dengan aspek komonokasi politik (kampaye). Yaitu munculnya kampaye partai atau kandidat melalui iklan politik di televisi. Ini tentu fenemena yang sama sekali baru, khususnya dalam konstalasi politik di indonesia meski benih-benihnya suda tampak pada akhir-akhir pemerintahan Orde Baru.
Kampaye yang sebelumnya bersifat non-mediated compaign, pawai massa, kini beralir ke metode mediated compaign, televisi (swasta). Partai, calon legislatif, calon presiden-wakil presiden, ataupun kepala daerah kini mengandalkan pemuatan iklan ditelevisi. Mereka lebih mempercayai opinion leader yang efektif melalui media televisi. 
Persoalannya, apakah kampaye iklan politik di televisi indonesia benar-benar menghilangkan sama sekali model kampaye komvensional? Seberapa jauh efektifitas kampaye di televisi dibandingkan kampaye langsung di lapangan terbuka?
Dengan berangkat dari pertanyaan-pertanyaan diatas, maka buku yang berjudul “Iklan Politik TV; Modernisasi Kampaye Politik Pasca Orde Baru” yang ditulis oleh Akhmad Danial, ini akan mencoba menjawab segala persoalan yang ada. Karenanya, penulis berasumsi bahwa pada saat sekarang ini ada kecendrungan bahwa medernesasi gaya kampaye di Indonesia pasca Orde Baru, termasuk iklan politik televisi, dicoba dikembangkan dengan format yang cendrung a-historisdan tidak kontekstual. 
Namun, model kampaye dengan melalui iklan televisi, khususnya di Indonesia tidak otomatis menghilangkan model kampaye jalanan dan pawai massa. Karena, kampaye yang dikemas lewat iklan televisi tidak menonjolkan visi, misi, dan program partai atau calon, tetapi hanya menjadi semacam suplemen kampaye untuk menunjukkan bonafiditas partai atau calon.
Dalam mediated campaignitu , tidak berkembang iklan negatif yang bernuansa contrastingantar kandidat atau antar parpol. Selain itu, yang tak kalah pentingnya adalah konteks budaya di masing-masing negara sangat menentukan model kampaye yang efektif dan tepat sasaran.
T.Yulianti dalam artikelnya menyebutkan bahwa perkembangan demokrasi di tanah air memasuki era baru yang ditandai dengan kebangkitan para media strategis, image mekers, dan konsultan politik di belakang tim sukses kampaye para calon presiden. Indonesia telah memasuki era “presidents for sale” dimana kemenangan kandidat ditentukan oleh kepiawaian konsultan politik dan biro iklan dalam menjual isu, imege, dan janji-janji politisi yang menjadi kliennya...Iklan-iklan politik di televisi menjual kandidat presiden, seperti produsen menjajakan produk sabun dan sikat gigi. (Suara pembaharuan, 10 juni 2004)
Ketika konteks ini kita analisis, maka sangat relefan sekali kalau peran konsultan komunikasi politik sangat signifikan dalam meraih kekuasaan. Sehingga model kampaye media baru yang berbasis televisi memunculkan lembaga-lembaga profesional non-partisan yang menyediakan jasa kampaye, keterlibatan banyak pakar ilmu komonokasi, ataupun sebagai konsultan dri berbagai tim kampaye partai politik, calon presiden, tau calon anggota legislatif.
Dalam hal penggunaannya, aktifitas berkampaye lewat media kian banyak direkayasa dan dikemas agar sesuai dengn format televisi, yang seoalah telah mengarah pada implosi (pengkaburan) antar intertainmen dan politik. Mereka bertindak tidak hanya bagaimana mengemas suatu iklan politik di televisi, tetapi juga kemana suatu iklan itu mesti diarahkan.
Di sisi lain, pergeseran model kampaye itu sendiri menimbulkan perdebatan dikalangan para ilmuan politik. Karena diantara sebagian mereka meyakini bahwa iklan politik televisi hanyalah gejala “modernisasi” kampaye. Dan sebagian yang lain ada yang menyebutkan bahwa gaya baru dalam pemilu itu hanyalah merupakn proses “Amerikanisasi” atau “Eropanisasi”, yang salah satu asumsinya menegaskan bahwa model kampaye di negara-negara Dunia Ketiga akan berlangsung seperti apa yang terjadi di Amerika dan Eropa.
Oleh karenanya buku ini sangat baik untuk kita miliki utamanya bagi para akademis, kalangan mahasiswa politik, anggota legislatif baik pusat maupun daerah, elite politik baik lokal maupun nasional atau masyarakat luas yang bergerak sebagai stake holder dalam dunia politik untuk dijadikan bahan pembelajaran bagi kita tentang bagaimana mengemas kampaye partai atau kandidat, yang efektif dan aman, serta menimalisir tindakan-tindakan anarkis dan brutal, sebab kampaye politik merupakan cermin kedewasaan berdemokrasi.

NB : Review Buku karya Akhmad Danial, “
Iklan Politik TV; Modernisasi Kampaye Politik Pasca Orde Baru”, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2009)

Kampaye Politik Dijajakan Seperti Produk Sabun Kampaye Politik Dijajakan Seperti Produk Sabun Reviewed by Unknown on 10:29 Rating: 5

No comments:

ads
Powered by Blogger.